
Bagaikan dua sisi keping mata uang, di satu sisi, ketika kita berargumen tentang manfaat energi bagi ekonomi dunia, maka di sisi lain muncul masalah serius lainnya, seperti perubahan iklim dan meningkatnya kesenjangan (sosial dan ekonomi) antar masyarakat di berbagai belahan dunia. Kalau dirangkum seluruhnya, ini merupakan persoalan pembangunan yang berkelanjutan!
Mengingat keterbatasan sumber energi fosil dan resiko bagi keamanan pasokan dan lingkungan hidup. Keterbatasan sumber energi alam ini menjadikan kita sadar bahwa setiap negara memerlukan kebijakan (ekonomi) energi yang tepat. Dalam 2 artikel saya terdahulu telah diuraikan alternatif penggunaan sumber energi: gas alam dan nuklir, sebagai bagian dari bauran pemanfaatan energi di masa datang. Artikel saya kali ini, tidak akan membahas kebijakan pembangunan berkelanjutan (barangkali di lain waktu...), tetapi mencoba memperkenalkan Energi Terbarukan (ET) dengan karakteristik dan kemungkinan penerapannya di Indonesia.
Karakteristik Energi Terbarukan
Pasokan energi terbesar saat ini masih berasal dari bahan bakar (energi) fosil: seperti minyak, gas dan batubara. Permintaan energi fosil ini tetap akan tumbuh di masa datang. Diperkirakan energi fosil ini hanya mampu memenuhi selama lebih dari tiga dekade terhadap permintaan dunia. Sejalan dengan itu kerusakan lingkungan juga akan terus berlangsung, contohnya, emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim. Perubahan iklim telah menciptakan kerugian ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, energi terbarukan (renewable energy) menjadi perhatian penting bagi kebijakan energi negara-negara di dunia.
Karakteristik sumber energi terbarukan ini, tidak lain, dapat memperbaharui diri secara terus menerus. Polusi yang ditimbulkan hampir tidak ada. Tidak mengandung CO2 seperti bahan bakar fosil sehingga mencegah munculnya masalah perubahan iklim. Matahari (surya), angin, biomassa, panas bumi dan air (mikro hidro) tergolong sebagai sumber energi terbarukan.
Keuntungan lainnya adalah setiap negara, dapat dikatakan, memiliki energi ini. Negera-negara pemiliknya tidak perlu impor energi sehingga tidak tergantung kepada negara lain. Bahkan, biomassa dapat diterima sebagai sumber energi di seluruh dunia. Kayu, kotoran hewan dan sisa-sisa tanaman dapat dipakai untuk memasak dan pemanas di daerah pedesaan. Jika diterapkan dalam skala besar dapat digunakan untuk produksi listrik. Sedangkan energi angin telah berkembang paling pesat di dunia dibandingkan energi terbarukan lainnya.
Penerapan Energi Terbarukan di Indonesia
Penerapan energi terbarukan di Indonesia tidak terlepas dari tujuan dan sasaran kebijakan energi pemerintah Indonesia, yaitu: untuk mewujudkan
keamanan pasokan energi dalam negeri dan tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 [1]. Elastisitas energi adalah rasio atau perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Tujuan dan sasaran tersebut akan dapat dicapai dengan mewujudkan bauran energi yang optimal pada tahun 2025, dimana sumbangan Energi Terbarukan 17 %. Adapun komposisi energi lainnya komposisi Biofuel sebesar 5%; Panas Bumi: 5%; Biomasa, Nuklir, Air, Surya, dan Angin: 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%.

Mampukah Energi Terbarukan menyumbang 17% dari bauran energi nasional tersebut pada 2025 ?
Indonesia memiliki Potensi Energi Baru Terbarukan yang cukup besar diantaranya, hidro skala besar: 75,67 GW; mini/micro hydro sebesar 500 MW, Biomassa 49,81 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, dan energi angin 3-6 m/det [2].
Biomassa berupa limbah industri pertanian dan kehutanan telah dimanfaatkan sebagai sebagai sumber energi secara terintegrasi dengan industrinya. Selain itu seperti di negara lain biomassa telah berkembang pemanfaatannya dalam berbagai bentuk sebagai energi pemanas dan memasak di pedesaan.
Energi Angin, Energi Surya dan Energi Air (mikro hidro) lebih banyak dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik, antara lain untuk pembangkit listrik sederhana untuk skala kecil (10 kW) dan skala menengah (50 - 100 kW).
Kendala Penerapan Energi Terbarukan.
Sayangnya, penerapan Energi Terbarukan tergolong masih dalam skala kecil. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan Energi Terbarukan, antara lain [3]:
Pada akhirnya, langkah-langkah penerapan Energi Terbarukan tersebut tergantung juga pada kesiapan masyarakat kita (baca, kapasitas sumberdaya manusia), penelitian dan pengembangan teknologi baru dan dukungan pendanaan yang cukup bagi pengembangan Energi Terbarukan untuk skala komersial serta dukungan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan energi yang konsisten.
Bagaimana pendapat anda ? Silahkan, tidak usah ragu untuk berkomentar...
Pustaka:
[1] ______, 2006, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
[2] Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, 2009. Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia, paparan dalam acara kunjungan Studi Ekskursi STTNAS, di DJLPE, Jakarta 27 April 2009
[3] Mohamad Iqbal F, (2009) Energi Nuklir: Solusi Krisis Energi Bangsa
Related Posts:
1.Energi Nuklir: 437 Reaktor Nuklir Telah Dibangun Sampai 2009 (#2)
2.Gas Alam untuk Mengurangi Emisi CO2 dan Menghemat Energi (#1)
3.Emisi CO2 dan Pengurangannya Di Masa Datang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar