Credit photo: Wikicommon | libasi
Dua pertiga dari total luas hutan Amazon berada di negara Brasil. Hutan Amazon terus menghadapi ancaman berupa, a.l: alih guna lahan (dari semula lahan hutan menjadi lahan-lahan penggembalaan dan pertanian), illegal logging dan pembukaan hutan untuk pembangunan (misal: infrastruktur publik, jalan) serta kebakaran hutan.
Meskipun demikian, deforestasi Amazon di Brasil dalam dekade terakhir ini tercatat semakin menurun, diantaranya karena upaya-upaya penegakan hukum yang kuat dan pengendalian atas alih guna lahan yang tertib.
Pemerintah Brasil telah menetapkan pula beberapa kawasan hutan hujan tropika Amazon sebagai Kawasan Konservasi, tujuannya selain melindungi hutannya juga melindungi
penduduk-asli yang tinggal di dalamnya, lihat peta Amazon tahun 2012 di bawah ini.
Sumber: RAISG's map [1]
Keterangannya, blok-blok warna hijau dan arsiran-warna-hijau adalah hutan
konservasi, dimana manusia dilarang untuk memanfaatkannya. Berbagai satwa liar tinggal di dalamnya.
Sedangkan warna
kuning tua/oranye adalah wilayah (adat) penduduk atau suku asli. Lingkaran
merah adalah kira-kira posisi hutan hujan tropika yang masih lebat seperti Gambar Ilustrasi pada pembuka tulisan ini.
Di dalam hutan hujan tropika Amazon hidup suku-suku asli.
Contohnya Lembah Javari atau Vale do Javari. Lokasi di peta di dalam lingkaran dengan #tag – warna merah.
Vale do Javari Ini adalah salah satu tempat yang belum dieksplorasi
di Brasil. Wilayah adat seluas: 85.444,82 km2 yang ditinggali oleh
6.000 orang penduduk asli dari 8 suku dan 16 sub suku di
belantara hutan Amazon Brasil. Saya sebut saja diantaranya: suku-suku
Matis, Matses , Kulina , Mayoruna dan Korubo.
Jumlah warga suku-suku ini secara pasti belum diketahui, mengingat sedikit
sekali yang tahu kehidupan mereka. Pemerintah Brazil memperkirakan jumlah
mereka dengan cara mengenali rumah-rumah mereka yang terliput dalam citra
satelit.
Suku-suku ini masih mempertahankan adat-istiadat mereka dan hampir tidak
pernah berhubungan dengan orang luar-modern. Salah satu yang
terekspose adalah suku Korubu. [2]
Kontak terakhir
“orang-modern” dengan warga suku Korubo pada Maret 2019. [3]
Ketika 22 anggota ekspedisi dibantu oleh Badan Pemerintah Brasil yang mengurusi Masyarakat Indian /Adat (FUNAI) berhasil bertemu dengan 34 orang suku Korubo di hutan dekat perbatasan Peru dan Tim ekspedisi ini melakukan vaksinasi kepada mereka.
Kontak damai yang diinisiasi pemerintah Brasil sebenarnya sudah
dimulai sejak tahun 1970-an.
Pertama kalinya antara FUNAI dan suku Korubo pada 1972 dan hanya sekali
saat itu. Lalu, kontak FUNAI dengan suku Matis pada 1975 dan 1976.
Tahun 1996 upaya membangun damai dengan suku Korubo terwujud kembali,
setelah dua dekade sebelumnya FUNAI kehilangan 7 (tujuh) orang pegawai negeri
sipilnya karena tindakan suku Korubo.
Korubo di masa lalu telah membunuh penyintas di tanah mereka dan insiden terakhir terjadi pada tahun 2000, ketika prajurit Korubo menewaskan tiga penebang kayu di hutan dekat perbatasan Peru di wilayah Taman Nasional (dan sekaligus teritori mereka).[4]Ya..betul, Vale do Javari adalah salah satu dari " the Most Unexplored Place in the World " [5]
Bentang alamnya berupa
hutan asli sebagai habitat satwa
liar jaguar, anaconda, piranha dan laba-laba Black
Widow (Latrodectus hesperus) yang racunnya mematikan.
Curah hujannya tinggi dan hampir sepanjang tahun turun hujan dan seringkali
menyebabkan derasnya arus sungai di tempat ini.
Sumber: Pixabay
Gambar. Laba-laba Black Widow (Latrodectus hesperus)
Singkatnya, sangat berbahaya untuk mengunjungi wilayah ini yang hanya dapat
ditempuh menggunakan jalur sungai (perahu) atau udara (helikopter).
Oleh karenanya orang luar (-modern) tidak dapat leluasa
mengekplorasi kawasan-kawasan hutan Amazon yang menjadi wilayah adat para suku
asli tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar