Setelah
hutan Amazon di Amerika Selatan terbakar bulan Agustus 2019 lalu, sampai dengan
minggu ini ramai pemberitaan di media sosial tetang kebakaran hutan di
Indonesia.
Sabtu 14
September 2019, pemerintah Indonesia telah menyegel 42 perusahaan yang diduga
menyebabkan kebakaran hutan dan menyebarkan kabut tebal yang membahayakan warga
masyarakat di wilayah Asia Tenggara.
Kejadian
kebakaran hutan ini berulang setiap tahun. Kejadian seperti ini mengingatkan
saya kembali ketika saya berkerja di bidang kehutanan.
Beberapa
kali saya terlibat langsung menangani
kebakaran hutan di lapangan. Mencegah
dan melindungi kawasan hutan yang dikelola oleh perusahaan di wilayah Sumatera
Selatan menjadi salah satu tanggung-jawab saya selaku pimpinan lapangan waktu
itu.
Upaya
pemadaman kebakaran hutan itu sangat melelahkan, berisiko tinggi bagi para
petugas pemadam api dan memakan biaya yang besar selama berhari-hari.
Apa yang
menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, seberapa sering terjadi dan apa dampaknya
bagi masyarakat ?
1. Apa Penyebab Terjadinya Kebakaran
Hutan ?
Kejadian kebakaran hutan besar di
Indonesia adalah dampak dari kekeringan yang berkelanjutan karena El Nino, yaitu variasi angin dan
suhu permukaan laut di wilayah tropis sebelah timur Samudera Pasifik yang
berpengaruh terhadap cuaca di wilayah tropis dan sub tropis.
Penyebab tidak langsung kebakaran hutan, menurut suatu penelitian terpadu[1] yaitu kebijakan pemekaran wilayah administrasi pemerintahan, Kabupaten
atau Desa. Kebijakan ini telah meningkatkan kejadian kebakaran yang dihitung dari banyaknya titik
api (hotspots) per
satuan waktu.
Di tingkat Kabupaten, pembagian wilayah, pembangunan infrastruktur dan
pengembangan ekonomi telah
meningkatkan terjadinya kebakaran hutan dan seringkali sulit diprediksi
kejadiannya. Bahkan kejadian kebakaran hutan dijumpai di
wilayah usaha kebun-kebun kelapa sawit dan hutan tanaman untuk pulp yang aktif
beroperasi.
Adapun penyebab langsung kebakaran hutan adalah
kegiatan manusia untuk membuat kebun-kebun besar, hutan tanaman cepat
tumbuh, penggembalaan ternak dan
ladang-ladang tanaman pangan.
Namun beberapa hal tentang penyebab kebakaran hutan karena perladangan
oleh masyarakat lokal masih dapat diperdebatkan. Karena kegiatan perladangan dengan
membakar ini telah
dipraktekkan bertahun-tahun
oleh masyarakat desa.
Praktek seperti
perladangan ini lebih mudah
diduga lokasinya, biasanya berlokasi di
pinggir-pinggir sungai pada areal yang jauh dari desa, dan umumnya lahan tidak luas dan dibakar secara terkendali.
Bahkan kelompok ahli yang terdiri dari Ribeiro Filho, Adams, Manfredini,
Aguilar, & Neves (2015) [2] menyatakan bahwa perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional
adalah praktek yang berkelanjutan. Seperti berikut pernyataannya:
Traditional shifting cultivation is a sustainable practice wherein the main effects on soil consist of an increased pH level and a reduction in the N and C contents
Kemiskinan juga menjadi pendorong
bagi terjadinya kebakaran
hutan. Untuk mempertahankan penghidupannya mereka yang miskin seringkali bermigrasi
ke kota, bekerja apa saja dan seringkali mereka menjadi tenaga kerja yang
diupah oleh para pemilik modal untuk menebang pohon-pohon hutan dan membakarnya
guna menyiapkan kebun-kebun baru.
2. Kapan Kejadian Kebakaran Hutan Besar
Terjadi di Indonesia ?
Yang saya ketahui bahwa kebakaran hutan terjadi setiap tahun secara
bervariasi jumlahnya di seluruh wilayah Indonesia.
Selama dua dekade terakhir, kebakaran hutan besar telah terjadi pada waktu-waktu
berikut ini (Global Forest Watch Fires , 2019):
- Tahun 2002 (data dari 26-April s/d 22-Desember 2001
- Tahun 2006 (data dari 05-April s/d 01- Desember 2006)
- Tahun 2015 (data dari 07-Juni s/d 31- Desember 2015); dan
- Tahun 2019 (data sampai dengan 27 Mei 2019)
Lihat gambar di bawah ini.
Secara grafis luas areal hutan yang terbakar digambarkan seperti di bawah ini
3. Apa Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Kebakaran
Hutan ?
Kita yang bekerja saat itu menyadari bahwa dampak kebakaran hutan ini
sangat besar, selain menyebabkan:
- punahnya keanekaragaman hayati baik hewan ataupun tumbuhan,
- rusaknya usaha pertanian dan perkebunan, juga
- diliburkannya kantor dan sekolah,
Selain itu, kerugian ekonomi Indonesia akibat kebakaran hutan sangatlah besar. Menurut beberapa pustaka, ditaksir Indonesia rugi US $ 4,5 Milyar pada
tahun 1997/1998 dan US $ 16 Milyar (Bank Dunia, 2016)[3]
Asap dari kebakaran hutan ini menyebabkan polusi udara sehingga berdampak bagi kesehatan warga masyarakat
yang terkena asap.
Gangguan kesehatan atau penyakit yang biasa timbul akibat dari asap kebakaran hutan
antara lain ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan kematian bayi secara prematur.
Contohnya: pada tahun 2015 lebih
dari 500.000 orang di Indonesia dan Singapura menderita ISPA dan ditaksir lebih dari 100.000 kematian bayi
secara prematur (Koplitz et al., 2016; Sheldon and Sankaran, 2016)[4].
Untuk
mengurangi terjadinya kebakaran hutan dan dampak kerugian yang
ditimbulkannya pemerintah dapat meningkatkan upaya-upaya pembangunan desa termasuk pengentasan kemiskinan.
Kesimpulan
Kebakaran hutan selalu terjadi setiap tahun di Indonesia , terutama di
musim kering yang diperkuat oleh El Nino.
Penyebab kebakaran hutan besar di Indonesia secara tidak langsung didorong oleh kebijakan pemekaran administrasi Kabupaten dan Desa, pembangunan infrastruktur dan ekonomi.
Meningkatnya kebutuhan lahan untuk pertanian, perkebunan, industri kehutanan dan peternakan menyebabkan lahan-lahan hutan dan lahan gambut mendapat tekanan secara langsung berupa penebangan hutan (deforestasi) dan kebakaran hutan.
Berbagai faktor, antara lain kebijakan, ekonomi dan budaya, mendorong pembukaan hutan (deforestasi) yang disertai pembakaran.
Upaya pengendalian kebakaran hutan dapat dilakukan pemerintah dengan cara melibatkan masyarakat lokal/desa melalui pembangunan desa dan pengentasan kemiskinan.
Penyebab kebakaran hutan besar di Indonesia secara tidak langsung didorong oleh kebijakan pemekaran administrasi Kabupaten dan Desa, pembangunan infrastruktur dan ekonomi.
Meningkatnya kebutuhan lahan untuk pertanian, perkebunan, industri kehutanan dan peternakan menyebabkan lahan-lahan hutan dan lahan gambut mendapat tekanan secara langsung berupa penebangan hutan (deforestasi) dan kebakaran hutan.
Berbagai faktor, antara lain kebijakan, ekonomi dan budaya, mendorong pembukaan hutan (deforestasi) yang disertai pembakaran.
Upaya pengendalian kebakaran hutan dapat dilakukan pemerintah dengan cara melibatkan masyarakat lokal/desa melalui pembangunan desa dan pengentasan kemiskinan.
[1] Ryan B. Edwards, Walter P. Falcon, Matt M. Higgins, and Rosamond L, Naylor, 2018. Causes of Indonesia’s forest fires. December 31, 2018
[2] Ribeiro
Filho, A. A., Adams, C., Manfredini, S., Aguilar, R., & Neves, W. A. (2015). Dynamics of soil chemical properties in shifting cultivation systems in the tropics: A meta-analysis. Soil Use and Management, 31,
474–482
[4] Koplitz, S., Mickley, L., Marlier, M., Buonocore, J., Kim, P., Liu., T., Sulprizio, M., Defries, R., and Jacob, D. (2016), “Public health impacts of the severe haze in Equatorial Asia in September-October 2015: demonstration of a new framework for informing management strategies to reduce downwind smoke exposure", Environmental Research Letters, 11: 0984923.
[3] World Bank (2016). “The cost of fire: An economic analysis of the 2015 fire crisis", Indonesia Sustainable Landscapes Knowledge Note 1. World Bank , Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar