Post Top Ad

Your Ad Spot

Selasa, 30 Maret 2010

Isu Lingkungan Sulit Masuk Pasar Bebas

TEMPO interaktif, Reducing emission from deforestation and degradation (REDD) jadi isu yang hangat dibicarakan di Indonesia setelah Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Bali pada Desember 2007 dilaksanakan. Skema ini dapat diartikan sebagai pemberian insentif atau kompensasi finansial kepada negara-negara yang berkeinginan dan mampu mengurangi emisi dari deforestasi.

Skema ini muncul sebagai alternatif baru dalam kerangka negosiasi mitigasi atau pengurangan gas-gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Karena ada konsep finansial, pejabat pusat hingga kepala desa atau kampung ramai-ramai membincangkan hal itu.

Meine van Noordwijk, Southeast Asia Regional Coordinator World Agroforestry Center (ICRAF-International Center for Research in Agroforestry), khawatir terhadap kecenderungan itu. Tempo telah melakukan wawancara dengan Noordwijk, dosen tidak tetap Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya sejak 1986, pada Sabtu (27/3) di Bogor:

T: Anda mengatakan REDD di Indonesia sebagai konsep palsu. Apa maksudnya?
J: Pertama, pembicaraan tentang REDD terlalu berfokus pada uang. Kedua, belum cukup terlihat responsibilitas pihak Indonesia mengurangi emisi. Ketiga, konsep skema REDD belum memperhatikan isu keadilan. Keempat, Indonesia terlalu bergantung pada lembaga asing dalam hal pendanaan pada proyek REDD. Padahal hutan tidak hanya karbon, masih ada aspek hidrologi, biodiversity, dan mata pencarian masyarakat.

Baca selengkapnya: Tempointeraktif,Senin, 29 Maret 2010 | 16:22 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages