Post Top Ad

Your Ad Spot

Kamis, 11 Februari 2010

Gas Alam untuk Mengurangi Emisi CO2 dan Menghemat Energi (#1)

Minyak bumi, batubara dan gas alam adalah bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil untuk energi tidak diragukan lagi menyumbang bagi permasalahan lingkungan hidup, terutama emisi gas (polutan) ke atmosfir. Namun, jika ketiga jenis bahan bakar fosil ini dibandingkan maka penggunaan gas alam dapat membantu mengurangi emisi CO2.

Gas alam merupakan bahan bakar fosil yang terbersih, terutama terhadap metana, dibandingkan dengan minyak dan batubara. Produk utama dari pembakaran gas alam adalah karbondioksida dan uap air. Analogi senyawa yang diproduksi gas alam ini sama dengan senyawa yang kita keluarkan saat kita bernafas.

Minyak dan batubara tersusun dari molekul yang jauh lebih kompleks, rasio karbonnya lebih tinggi dan mengandung nitrogen dan belerang yang lebih tinggi, Artinya, jika minyak dan batubara dibakar maka akan melepaskan dalam rasio yang lebih tinggi, berupa karbondioksida (CO2), karbonmonooksida (CO), nitrogen oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SOx) dibandingkan dengan gas alam.

Minyak dan batubara ketika dibakar mengeluarkan partikel abu ke lingkungan. Abu ini merupakan zat yang tidak terbakar tetapi pada akhirnya dibawa ke atmosfir dan berkontribusi terhadap polusi udara. Sedangkan pembakaran gas alam melepaskan jumlah yang sangat kecil emisi NOx dan SOx, hampir tidak ada abu atau partikel, sehingga mampu menurunkan tingkat kandungan CO2, CO, dan hidrokarbon reaktif lainnya.

Tabel berikut ini menunjukkan tingkat emisi bahan bakar fosil, menurut Energy Information Administration/EIA (1998):

Dari Tabel ini dapat disimpulkan bahwa Gas alam menjadi sangat penting sebagai sumber energi untuk mengurangi polusi dan memelihara lingkungan yang lebih bersih dan sehat.

Terlebih lagi cadangan gas alam di Indonesia masih melimpah. Menurut statistik BP tahun 2009, cadangan terbukti gas alam Indonesia mencapai 3,18 triliun meter kubik pada akhir tahun 2008. Volume cadangan gas ini akan habis digunakan dalam waktu 46 tahun lagi dengan catatan pada tingkat pemakaian seperti saat ini. Bandingkan dengan cadangan minyak bumi Indonesia hanya 3,7 milyar barrel yang akan habis dikonsumsi sekitar 10 tahun lagi.

Upaya-upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan menurunkan emisi CO2 telah dilakukan. Sejak tahun 2006 pemerintah Indonesia, melalui perusahaan milik negara Pertamina, telah berhasil menerapkan kebijakan bensin tanpa timbel untuk seluruh wilayah negara.

Selanjutnya, pemerintah telah mendorong penggunaan bahan bakar nabati (biofuel)- contohnya: produk Biopertamax, Biopremium dan Biosolar - dan
menerapkan kebijakan penggunaan gas alam, termasuk elpiji (liquified petroleum gas / LPG) sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga dan industri menggantikan minyak tanah. Yang terakhir ini, pemerintah dapat mengurangi subsidi minyak tanah - lebih kurang 12 juta kiloliter per tahun - yang digunakan oleh sebagian besar rumah tangga di Indonesia. Selain menghemat energi juga memelihara kebersihan atmosfer!

Beralih dari bahan bakar minyak atau batubara ke bahan bakar gas alam hendaknya menjadi salah satu pilihan penggunaan energi jangka pendek dan menengah. Sedangkan, energi yang terbarukan (renewable energy) diarahkan untuk jangka panjang.

Related Post:
1. Emisi CO2 dan Pengurangannya Di Masa Datang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages