Post Top Ad

Your Ad Spot

Kamis, 25 Maret 2010

Baru kali ini, selama 10 tahun saya di sini banjir di Karawang seperti ini


7 (tujuh) Kecamatan, 6 ribuan rumah dan lebih dari 5 ribu orang pengungsi di'telan' banjir di Karawang, seperti yang saya baca di detikNews Minggu, 21/03/2010 [1]. Bencana banjir hadir, setelah bencana tanah longsor lengser!

Bendungan dan sungai Citarum tidak kuasa menampung air karena curah hujan tinggi dan merata terus terjadi. Banjir melimpah di kanan-kiri sepanjang sungai dari Bandung, sebagian Purwakarta, Karawang hingga Muara Gembong. Sistem tata air dari kesatuan hidrologis Citarum kritis!

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang secara biofisik kita kenal sebagai kesatuan hidrologis tidak lagi berada dalam keseimbangan ekosistem. Di hulu dan di bagian tengah, kapasitas penyimpanan air di dalam tanah telah terlampaui, karena hutan tidak luas lagi. Populasi pohon tidak cukup untuk menangkap, meresapkan dan menahan lalu menyimpan air. Airpun berlari di permukaan menyatu di aliran sungai hingga debit air sungai kian tinggi. Jika curah hujan terus turun tiada henti, maka dapat muncul bahaya ekologi, yaitu datangnya banjir yang berpotensi merusak! Singkatnya, kualitas lingkungan/tutupan hutan yang buruk di wilayah hulu dan tengah DAS, yang tidak mampu menahan laju air, menyebabkan banjir hadir di hilir.

Karawang, yang berada di hilir, bisa jadi terkena dampak dari ketidakselarasan sistem pengelolaan sumberdaya alam di hulu dan tengah wilayah DAS Citarum. Sejatinya, permasalahan ini telah dikenali para ahli sejak lebih dari satu dekade lalu. Saat itu, DAS Citarum sebagai wilayah tangkapan air hujan terbesar dan terpanjang di Jawa Barat, dinyatakan kritis, karena permasalahan: alih guna lahan di hulu, lahan kritis, sedimentasi waduk, pencemaran dan polusi sungai, banjir, lemahnya penegakan hukum dan sulitnya koordinasi antar pemangku kepentingan.

Waktu terus berjalan tetapi permasalahan tersebut masih mengemuka hingga kini. Malah banjir kian menjadi, seperti ungkapan warga Karawang kepada detikNews: "...Baru kali ini selama 10 tahun saya di sini banjir seperti ini !"

DAS sebagai kesatuan hidrologis atau tata-air memang sangat membutuhkan kesatuan sistem kebijakan dan sistem pengelolaan. Artinya, kebijakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup tidak diberlakukan menurut otoritas wilayah administrasi atau sektor pembangunan, melainkan berlaku secara integratif bagi semua kawasan (hulu, tengah dan hilir) dan semua sektor. Prinsip ini sudah kesohor!

Tetapi, kenapa ya...susah diwujudkan dan permasalahannya tak kunjung terpecahkan?

Ah, barangkali karena sistem nilai dan norma yang memelihara keberlanjutan lingkungan diabaikan, dan hasilnya...seperti gambaran tersebut, kekacauan sistem tata-air secara keseluruhan di DAS Citarum akibatnya Karawang tergenang...

Bencana ekologis bisa dihindari hanya jika setiap pihak berkemauan untuk mengembalikan fungsi-fungsi setiap elemen ekosistem DAS seperti semula, atau paling tidak, berkemauan menghindari pola pemanfaatan eksploitatif yang tidak mengindahkan norma-norma keberlanjutan sistem lingkungan.

Updated: Badan nasional penanggulangan Bencana telah menerbitkan Peta Kejadian Bencana Banjir Kabupaten Karawang, 25 Maret 2010
Referensi:
[1] Nograhany Widhi K, Banjir Karawang 'Telan' 6 Ribu Rumah di 7 Kecamatan, detikNews, Minggu, 21/03/2010; http://www.detiknews.com/read/2010/03/21/192447/1322262/10/banjir-karawang-telan-6-ribu-rumah-di-7-kecamatan

Related Posts:
1.5 Jurus Pelanggan Banjir Tanpa Akhir
2.Banjir Jakarta, Engkong dan Rumah Tingkat
3.Banjir Pasuruan: Kenali, Bertindak dan Tetap Waspada Terhadap Bahaya Banjir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages