Post Top Ad

Your Ad Spot

Kamis, 16 Juli 2009

Kebakaran Hutan, Perubahan Iklim dan Indeks Kinerja Lingkungan Hidup Indonesia.

Kebakaran hutan seperti yang terjadi di Riau, pada bulan Juli 2009, yang merusak lahan dan hutan seluas hampir 6,000 hektar, tidak melulu hanya disebabkan oleh kekeringan yang parah.

Sebuah tim peneliti salah satunya, Guido van der Werf dari VU University Amsterdam telah menganalisis densitas dari asap selama kebakaran hutan. dengan lokasi pulau Sumatera dan kalimantan. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa intensitas dari kebakaran hutan berhubungan langsung dengan kepadatan penduduk dan pemanfaatan lahan. Hasil penelitian ini telah diterbitkan dalam Majalah Nature Geoscience, 22 February 2009.

Hasil peneltian ini menemukan bahwa:

Di Sumatera kebakaran hutan, setidaknya telah terjadi sejak tahun 1960, karena kondisi curah hujannya lebih rendah dari Kalimantan. Sedangkan, kebakaran di Kalimantan mulai sering terjadi sejak tahun 1980. Keduanya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang makin pesat sejak tahun-tahun tersebut. Dan perubahan pemanfaatan lahan dari semula untuk tujuan subsisten berubah menjadi pemanfaatan untuk hutan tanaman, perkebunan dan industri pertanian lain.

Sehingga, pengaruh manusia telah diklaim oleh tim peneliti sangat berarti bagi terjadinya kebakaran hutan.

Sebenarnya informasi ilmiah ini telah memperkuat berbagai pendapat kita tentang penyebab utama kebakaran hutan, yang selama ini sering dinyatakan oleh para pakar dan pejabat pemerintah kita, bahwa kebakaran hutan sebagian besar lebih disebabkan oleh aktivitas manusia. Namun hal ini belum didukung data-data dan dibuktikan secara ilmiah mencakup tempat kejadian dan dampaknya dalam skala yang lebih besar, misalnya, skala pulau, seperti halnya penelitian tersebut.

Mempercepat Perubahan Iklim

Di samping pengaruh manusia yang sangat berarti bagi terjadinya kebakaran hutan di Indonesia. Para peneliti telah meneliti pengaruh dari fenomena alam lain, seperti halnya pengaruh El Nino. Pengaruh El Nino terhadap besaran/jumlah curah hujan telah diketahui, tetapi pengaruh yang besar dari fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) belum sepenuhnya diketahui. IOD adalah suatu perubahan (osilasi) suhu permukaan air laut Samudera Hindia secara periodik yang bergerak antara kondisi "positif" dan "negatif", sehingga berpengaruh terhadap curah hujan dan kekeringan di daratan Indonesia dan Australia. IOD merupakan bagian dari siklus iklim dunia, sama seperti El Nino di Samudera Pasifik, sehingga penting untuk diteliti dan dipahami perilakunya.

Meskipun kekeringan parah, yang secara periodik akan terjadi dengan adanya dua fenomena iklim dunia tersebut, akan menjadikan kondisi kondusif bagi terjadinya kebakaran hutan. Tetapi pemicu dan penyebab utama kebakaran hutan adalah manusia., seperti untuk land clearing bagi lahan-lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan.

Dampak lanjutan dari terbakarnya biomas tegakan hutan, semak dan seresah, adalah terjadinya efek rumah kaca akibat dari terlepasnya CO2 dan methane di atmosfir bumi. Selain itu, dilepaskan pula sejumlah besar CO (karbon monooksida).

Akibatnya pada saat kebakaran hutan besar, seperti tahun 1997 / 1998, maka kualitas udara di indonesia jauh lebih buruk dari negara yang paling ter-polusi di dunia. Bahkan udara yang terpolusi ini dapat terbawa angin dan mempengaruhi negara tetangga Indonesia, seperti Singapura dan Malaysia. Semuanya ini dapat mempercepat laju perubahan iklim dunia.

Indeks Kinerja Lingkungan Hidup Indonesia

Kepedulian pemerintah Indonesia untuk menangani masalah kebakaran hutan dan bencana polusi lingkungan hidup nampaknya masih perlu ditingkatkan, antara lain, berupa:


  • peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup

  • pengadaan infrastruktur (sarana/prasarana) lingkungan hidup yang lengkap (dan tindak tegas jika anggarannya dikorupsi, contoh buruk, seperti pengadaan mobil pemadam kebakaran di beberapa provinsi/kota dua tahun lalu)

  • adopsi kebijakan yang kuat untuk langkah mitigasi terhadap kerusakan lingkungan hidup akibat polusi dari aktivitas ekonomi.

  • investasi dalam pelayanan sanitasi dan kesehatan lingkungan publik.


  • Jika hal-hal itu dilakukan,meskipun secara bertahap tetapi berkesinambungan, maka kita harapkan peringkat kinerja lingkungan hidup Indonesia pada tahun 2008 yaitu: 102 dari 149 negara di dunia dengan Indeks Kinerja Lingkungan Hidup (Environmental Performance Index / EPI ): 66,2 (dari kemungkinan 100) akan makin meningkat. Indonesia dibandingkan negara-negara di lungkup Asia Tenggara (ASEAN), peringkat EPI-nya masih jauh tertinggal. Bandingkan saja dengan Malaysia (peringkat: 27); Thailand (53); Filipina (61), Vietnam (76) dan satu tingkat diatasnya, Laos (101).

    Wajar jika kita bertanya: Seriuskah pemerintah kita dalam mengelola lingkungan hidup ? Mungkin penanganan tersebut tidak perlu sekaligus, karena seringkali terkendala anggaran pemerintah, tetapi sebenarnya masalah lingkungan hidup selalu berkaitan erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat suatu negara. Maka, hendaknya kebijakan lingkungan hidup pemerintah harus tetap kuat dan konsisten, tidak lain dan tidak bukan, untuk mendukung pencapaian masyarakat yang sejahtera.

    Related Posts:
    6,000 hectares of Riau’s Lands and Forests Were Burned Again in July 2009

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Post Top Ad

    Your Ad Spot

    Pages